Wednesday, July 4, 2007

Bicara Soal Jama'ah

Syarat diterimanya amal sholeh seorang hamba ada dua. Betul niat dan benar caranya. Itulah sebabnya kenapa Bab Niat berada pada awal pembahasan di dalam hadits-hadits yang dirangkum oleh Muhaddits, contohnya Imam Nawawi rahmatullah 'alaih. Jadi, asalkan betul niat dan benar caranya, tak ada alasan bagi kita bahwa amalan seseorang tertolak.

Entah kenapa, akhir-akhir ini saya tertarik membaca buku-buku yang terkait dengan permasalahan ummat Islam di dunia. Khususnya di Indonesia, lebih khusus bil khususnya lagi di sekitar tempat tinggal saya di komplek perumahan Unand Ulu Gadut Padang.

Perkembangan dakwah yang belakangan mulai menjamur telah melahirkan beragam jama'ah da'wah yang pada prinsipnya ingin mengajak manusia menuju penghambaan kepada Allah SWT, dengan panduan sempurna yang diwariskan oleh pemimpin spektakuler alam semesta ini. Siapa lagi kalau bukan rosulullah SAW.

Dalam opini singkat saya ini, saya ingin bercerita tentang fenomena dakwah yang terjadi khusus di lingkungan saya. Dan kita berbicara khusus tentang jama'ah yang benar tauhid dan aplikasi syari'atnya saja. Selain dari itu saya kesampingkan dulu. Sebab saya bukanlah seorang ahli dalam hal ini. Khawatir nantinya saya malah melahirkan opini baru jika ada yang tergelitik dengan pembahasan saya.
Jama'ah Tabligh. Yah, saya ingin bercerita tentang pengalaman luar biasa saya berinteraksi dengan jama'ah ini. Jama'ah yang seringkali diidentikkan dengan sebutan jama'ah jenggot dan celana gantung. Bakan kalau yang ekstrim juga menyebutnya jama'ah kompor, jama'ah siwak dan sebagainya.

Saya ingin berbagi kepada teman bagaimana pandangan dan penialaian saya terhadap jama'ah ini selama 9 tahun mengikuti perkembangannya. Ayah saya termasuk salah seorang yang bergabung dalamjama'ah ini.

Diawal-awal ayah memilih bergabung dengan jama'ah tabligh saya cukup keberatan. Pasalnya, saya terkejut dengan perubahan besar yang terjadi pada ayah. Ayah yang dulunya tak akan pergi kerja kalau belum memasukkan kemeja beliau dengan rapi, ayah yang dulunya juga senang duduk bersama kami menonton TV, kini tiba2 tiba berubah secara drastis. Sampai-sampai TV kami dijual. Saya sempat jengkel dengan segala perubahan ayah. Namun lambat-laun saya merasakan manfaat dari perubahan ayah tersebut. Salah satunya TV. Dengan tidak adanya TV di rumah telah membuat kami sibuk dengan kegiatan membaca buku saat orang-orang sibuk menonton sinetron.

Hingga suatu hari saya meminta ibu mengundang salah seorang teman ayah untuk berdiskusi langsung dengan saya tentang apa dan bagaimana sebenarnya jama'ah Tabligh. Beliau yang diundang termasuk seorang yang cukup jelas terpancar wajah kesholehannya di mata kami, padahal dulunya beliau seorang biasa dan bergaul dengan preman sekitar tempat tinggal kami.

Diskusi saya dengan beliau merupakan keanehan tersendiri buat saya. Saya yang nyantri di pesantren puteri kala itu sama sekali tdak terbiasa berkomunikasi dengan laki-laki. Tapi, entah kenapa keingintahuan saya yang begitu besar membuat saya lupa akan kegugupan saya selama ini jika berhadapan dengan laki-laki, terutama yang sekaliber ustadz.

Sejauh diskusi saya dengan beliau, beliau banyak mengutip landasan2 syar'i yang menurut saya tidak ada kesan mempertahankan ego jama'h. Semuanya masuk akal dan menyentuh ruhani. Sampai-sampai menyinggung soal pakaian muslimah yang diwajibkan syari'at. Beliau katakan, pakaian isteri beliau juga sama dengan yang saya kenakan. Menutupi semuanya kecuali muka dan telapak tangan. Diskusi ini adalah pencerahan pertama kalinya bagi saya tentang prinsip tabayyun dan kala itu saya masih di bangku SMU kelas 1.

Lama berinteraksi dengan jama'ah ini secara tidak langsung saya mulai menikmati keragaman yang terjadi di rumah. Penerimaan terhadap perbedaan saya rasa cukup membuahkan semangat mencari dan beramal lebih sungguh-sungguh. Saya yang notanbene merupakan pengikut jama'ah tarbiyah, merasa tertantang untuk membuktikan kepada ayah bahwa saya dan ayah berada di bawah satu payung yakni payung da'wah Ilallah. Tak peduli dari jama'ah apapun. Bukankah Al-jama'aturrahmah walfirqotul 'adzaab? (berjama'ah itu rahmat dan bercerai-berai itu akan mendatangkan adzab?)
Jadi, singkatnya terjadilah proses take and give. Dimana saya mulai mengambil apa-apa yang bisa membuat saya makin meningkat dari segi kualitas. Di dalam manhaj da'wah ini saya temukan mujahadah yang begitu besar dalam mencintai kekasih Allah dan mengikuti sunnah beliau. Ada samudera yang tenang di dalam hati saya saat saya tahu ternyata di dalam setiap perbedaan itu saya bisa menggapai sakinah. Karena dengan demikian makin mengertilah saya bahwa Allah telah menyiapkan kader-kader da'wah yang siap diterjunkan ke lapangan dengan muyulnya masing-masing.

Dalam jama'ah ini dikenal sebuah metode da'wah fardhiyah yang cukup konsisten dan membangunkan kesadaran bahwa kita akan merasakan kecintaan mendalam kepada Allah SWT sebanding denga pengorbanan kita untuk agama-Nya dan dalam meraih Ridho-Nya. Khuruj(keluar) di jalan Allah adalah salah satu metode da'wah yang digerakkan secara konsisten dalam da'wah tabligh ini. Kalau saya terangkan disini, mungkin akan menghabiskan halaman yang banyak. Mudah2an saya bisa membahasanya lain kali. Intinya, dalam khuruj ini, da'wah diperkuat dengan 'amal infirodhi dan jama'i di masjid2 yang telah ditetapkan sesuai kebutuhan setempat. Dan diutamakan bagi masjid-masjid yang nyaris tanpa jama'ah. SElanjutnya dalam khuruj ini pula mereka menyeru masyarakat setempat untuk meramaikan masjid. Subhanallah...ternyata dari pengamatan saya, masjid yang mereka tinggalkan rata2 kembali hidup dengan ramainya jama'ah karena tersentuh dengan nilai2 ruh yang mereka coba sispkan. Proses tranfer energi ruh. Mungkin itulah konsepnya. Namun tidak dipungkiri juga bahwa ada beberapa tempat yg mereka kunjungi, justru mendapatkan hujatan dan pengusiran. Namun saya makin salut dengan bertambahnya kecintaan mereka kepada da'wah ilallah. Jadi begini, jika da'wah diterima, itu merupakan nilai tambah bagi orang2 diluar mereka(pastinya buat mereka juga jika ikhlas). Namun jika da'wah ditentang, ini merupakan hadiah dari Allah untuk mengokohkan kecintaan mereka (sesuai dengan hukum aksi-reaksinya Issac Newton). Makin ditentang, makin bersemangat. Masyaallah!!! ini pasti luar biasa.
Mari kita lanjut...

Lama saya menikmati kesejukan ini, hingga suatu hari saya mendengar sesuatu yang menyakitkan. Karena pada prinsipnya kita seakidah dan bersaudara. Ibarat satu batang tubuh. Jika yang lain dihina dan disakiti, semuanya akan merasa sakit. Itulah saya. Ketika dalam sebuah pertemuan saya mendengar pernyataan bahwa da'wah tabligh tidak mendapat tempat di hatinya (sang pembicara). Tiba-tiba saya merasa tersakiti. Dengan pernyataan beliau yang memojokkan dan mengatakan ketidak sempurnaan manhaj da'wah tabligh ini. Tidak syumul uhkti...begitu katanya.

Jujur saja, meskipun saya selama ini tergabung dalam jama'ah tarbiyah, saya tidak pernah merasa paling baik dan paling syumul atau sempurna dan menyeluruh. Konsep "tak ada gading yang tak retak" pastilah berlaku kapan dan dimana saja juga di harokah mana saja. Hanya Allah pemilik kesempurnaan.

Inilah yang terjadi hari ini. Kita terkadang menutup telinga dan merapatkan diri dengan jama'ah tanpa mau mengamalkan konsep tabayyun. Ingatlah, jika kita selalu berada di dalam tempurung, niscaya kita merasa, tempurung itu adalah tempat terluas di alam semesta ini. Cobalah sesekali memasuki dunia yang berbeda tanpa takut terjerembab lalu jatuh ke dalamnya. Untuk apa? untuk mengajarkan diri kita bahwa kita punya sisi kelemahan yang seharusnya kita perbaiki.

Bagi para asaatidz yang sudah dalam ilmunya, tidak saya temukan nada miring jika berbicara soal perbedaan jama'ah. Semua itu saya yakin karena kedalaman mereka memandang sebuah persoalan. Persoalan ummat hari ini adalah sibuk mencari perbedaan bukan berusaha mencari persamaan dan melegkapi kekurangan. Kita tidak boleh kalah oleh ego sesaat.

Yang seharusnya kita lakukan adalah memperbaiki diri dan lingkungan.

Jadi, saya punya pengalaman unik.
Alhamduillah saat ini, di lingkungan saya telah ramai dengan kemajuan pengamalan Islam secara bertahap. Ternyata Jama'ah tablighlah yang mendominasi jatah da'wah di lingkungan saya. Ibu-ibu rumah tangga, yang notabene awwam dengan ilmu agama, makin rajin berkunjung ke rumah untuk bertanya seputar khuruj masthurah (keluar bersama suami mereka) kepada saya. Karena mereka menganggap saya bagian dari jama'ah ini sebab ayah adalah salah seorang amirnya. Secara ego, hati saya menuntut untuk mengarahkan ibu-ibu ke tarbiyah mingguan saja. Tapi itu tidaklah dominan di hati saya. Saya kembalika lagi ke konsep da'wah : mengajak manusia ke jalan Allah dengan mau'izhah hasanah dan hikmah agar menyembah Allah dan mengingkari thoghut...
"Ilallah" bukan ilaa partai, bukan ilaa harokah tertentu. Tujuan akhir kita adalah agar manusia kembali pada fitrahnya. Masalah bergabung tau tidaknya di partai kelak adalah sejauh mana kita bisa meyakinkan bahwa Daarul Isllah dan Daarul 'adl harus tegak di muka bumi ini dan hukumnya adalah fardu kifayah. Wallohu a'lam
Insyaallah akan saya lanjutkan lain waktu. Saya yakin ini belumlah cukup untuk menyampaikan maksud saya. Tapi satu hal, Rosulullah menyatakan bahwa dari 72 kelompok ummat Islam hanya satu yg benar. Yaitu yang mengikuti sunnah beliau dan mereka tergabung dalam jama'ah. Insyaallah kita bisa bertanya ke hati nurani, sudahkah saya terkategori dalam kelompok ini? Mari bergabung dalam jama'ah agar Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya bagi kita.

1 comment:

azfaAZ said...

"bekrja sama dalam hal-hal yang kita sepakati... dan saling bertasamuh dalam hal-hal yang kita berselisih"...
selamat berkarya...
dan memberikan manfaat :)